Jumat, November 20, 2009

Perbedaan dan Hegemoni Otoritas


Tidak usah jauh-jauh memahami perbedaan dan menyikapinya. Di sekitar kita semuanya serba berbeda. Tidak ada yang sama. Kita tahu bayi kembar, itupun tidak sama cuma mirip. Inilah kebijaksanaan, kesempurnaan, dan keadilan Tuhan.

Maka dari itu, sering kita dengar tentang rumusan keadilan, keadilan bukan berarti sama tapi menempatkan sesuatu pada tempatnya. Menempatkan sesuatu pada tempatnya adalah kebijaksanaan. Justru seandainya segalanya serba sama maka hidup menjadi repot, tidak utuh. Bayangkan saja, semua manusia sama-sama pedagang, atau semuanya sama menjadi presiden, atau semuanya sama laki-laki, atau semuanya sama pemalu, atau semuanya sama berkarakter kasar, atau semuanya kaya, dan sama-sama sebagainya. Hidup akan beku dan mati.

Dengan adanya perbedaan timbullah interaksi. Dengan adanya interaksi hidup akan bergerak. Hidup betul-betul hidup. Yang petani menjual hasil tanamannya kepada para pedagang; para pedagang menjual dagangannya kepada para produsen; para murid belajar kepada para guru; Yang kiai mendidik santri-santrinya; dan, yang pengemis memintak-mintak kepada yang punya. Itulah keutuhan.

Saya lebih menyerapi tentang perbedaan ini di saat saya dan teman-teman bersama-sama memakan di dapur kampus. Waktu itu, lauknya daging ayam mati disembelih dan dimasak, bukan daging ayam hidup-hidup atau mati karena menjadi bangkai, sekaligus dimasak. Kalau dipikir-pikir seperti biasanya, siapa yang tidak suka daging ayam apalagi di pesantren yang memang jarang sekali merasakan nikmatnya daging ayam kecuali pada waktu-waktu tertentu. Sehingga pasti makannya lahap dan sangat amat nikmat.


Tapi kenyataannya lain, ada beberapa teman yang santai-santai saja, tak sebahagia lainnya yang sangat amat bernafsu dan bahagia makan daging ayam yang sagat menjadi barang langka tersebut. Artinya, suasananya baginya sama saja, bahkan dia susah. Alasannya, dia tidak suka daging ayam. Baginya tahu lebih enak dari padanya.

Maka dari itu, daging ayam tersebut diganti oleh bu dapurnya dengan gorengan telur gaya mata sapi. Dan dia sangat bahagia sekali. Karena baginya, telur sama kedudukannya dengan daging ayam yang bagi teman-teman lainnya melihatnya sebagai makanan yang paling nikmat. Telur adalah ayamnya. Sedangkan bagi yang lain yang suka daging ayam,  telur biasa-biasa saja.

Akhirnya, kami sama-sama makan dengan lahap kesukaan masing-masing dan sama-sama bahagia meski berbeda. Inilah indahnya perbedaan. Perbedaan banyak macam tergantung dari potensi dan kesukaan yang ada pada diri masing-masing. Sehingga, justru dengan perbedaan itu kita sama-sama bahagia. Seandainya dia yang suka telur dipaksa agar sama makan ayam, sungguh betapa tersiksanya dia. Atau yang suka ayam dipaksa untuk makan telur yang tidak disukai. Sungguh betapa sedihnya dia.

Tapi, meski tiap diri harus hidup sesuai dengan potensi atau kesuakaannya yang berbeda-beda itu, ada saja yang hidup tidak dengan potensi atau kesukaannya tersebut. Dia rela menjalani yang bukan kesukaannya, bahkan harus menjalani kesukaan orang lain meski hal itu menjadi hal yang paling dibencinya. Itulah keterpakasaan baginya. Dan kedholiman besar bagi yang memaksanya. Maka dari itu diajarkan bahwa kita harus menghormati dan menghargai potensi atau kesukaan orang lain. Inilah ajaran sejati kehidupan bagi siapa saja. Tanpa ajaran ini maka perbedaan menjadi ajang kekacauan.

Karena hidup dibawah suatu hegemoni atau otoritas tertentu seseorang menjadi bukan acapkali menjadi bukan dirinya sendiri, dia harus menjadi sama dengan apa maunya sang otoritas. Inilah perbudakan, inilah keterkungkungan, inilah ketertindasan, inilah keterpaksaan, inilah ketersiksaan, dan inilah kematian. Serta inilah sejarah dosa besar.


Oleh karena itu, orang yang menyadari perbadaannya dan hidup dengannya, sekaligus menghargai yang lainnya, dialah yang betul-betul merdeka. Menjadi manusia yang betul-betul manusia sebagai makhluq Tuhan yang lebih dari makhluq lainnya. Dan otoritas Tuhan di atas segalanya. Antara sesama manusia hanya ada otoritas keadilan, saling menghargai dan menghormati dalam perbedaan.

20 Novenber 2009 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar