Tidak
usah jauh-jauh memahami perbedaan dan menyikapinya. Di sekitar kita semuanya serba berbeda. Tidak ada
yang sama. Kita tahu bayi kembar, itupun tidak sama cuma mirip. Inilah
kebijaksanaan, kesempurnaan, dan keadilan Tuhan.
Maka dari itu, sering kita
dengar tentang rumusan keadilan, keadilan bukan berarti sama tapi menempatkan
sesuatu pada tempatnya. Menempatkan sesuatu pada tempatnya adalah kebijaksanaan.
Justru seandainya segalanya serba sama maka hidup menjadi repot, tidak utuh. Bayangkan
saja, semua manusia sama-sama pedagang, atau semuanya sama menjadi presiden,
atau semuanya sama laki-laki, atau semuanya sama pemalu, atau semuanya sama
berkarakter kasar, atau semuanya kaya, dan sama-sama sebagainya. Hidup akan beku
dan mati.
Dengan adanya perbedaan
timbullah interaksi. Dengan adanya interaksi hidup akan bergerak. Hidup
betul-betul hidup. Yang petani menjual hasil tanamannya kepada para pedagang;
para pedagang menjual dagangannya kepada para produsen; para murid belajar
kepada para guru; Yang kiai mendidik santri-santrinya; dan, yang pengemis
memintak-mintak kepada yang punya. Itulah keutuhan.
Saya lebih menyerapi tentang perbedaan ini di saat
saya dan teman-teman bersama-sama memakan di dapur kampus. Waktu itu, lauknya
daging ayam mati disembelih dan dimasak, bukan daging ayam hidup-hidup atau
mati karena menjadi bangkai, sekaligus dimasak. Kalau dipikir-pikir seperti
biasanya, siapa yang tidak suka daging ayam apalagi di pesantren yang memang jarang
sekali merasakan nikmatnya daging ayam kecuali pada waktu-waktu tertentu. Sehingga
pasti makannya lahap dan sangat amat nikmat.
Tapi kenyataannya lain,
ada beberapa teman yang santai-santai saja, tak sebahagia lainnya yang sangat amat
bernafsu dan bahagia makan daging ayam yang sagat menjadi barang langka
tersebut. Artinya, suasananya baginya sama saja, bahkan dia susah. Alasannya,
dia tidak suka daging ayam. Baginya tahu lebih enak dari padanya.
Maka dari itu, daging ayam
tersebut diganti oleh bu dapurnya dengan gorengan telur gaya mata sapi. Dan dia
sangat bahagia sekali. Karena baginya, telur sama kedudukannya dengan daging
ayam yang bagi teman-teman lainnya melihatnya sebagai makanan yang paling
nikmat. Telur adalah ayamnya. Sedangkan bagi yang lain yang suka daging ayam, telur biasa-biasa saja.
Akhirnya, kami sama-sama
makan dengan lahap kesukaan masing-masing dan sama-sama bahagia meski berbeda.
Inilah indahnya perbedaan. Perbedaan banyak macam tergantung dari potensi dan
kesukaan yang ada pada diri masing-masing. Sehingga, justru dengan perbedaan
itu kita sama-sama bahagia. Seandainya dia yang suka telur dipaksa agar sama
makan ayam, sungguh betapa tersiksanya dia. Atau yang suka ayam dipaksa untuk
makan telur yang tidak disukai. Sungguh betapa sedihnya dia.
Tapi, meski tiap diri harus
hidup sesuai dengan potensi atau kesuakaannya yang berbeda-beda itu, ada saja
yang hidup tidak dengan potensi atau kesukaannya tersebut. Dia rela menjalani
yang bukan kesukaannya, bahkan harus menjalani kesukaan orang lain meski hal
itu menjadi hal yang paling dibencinya. Itulah keterpakasaan baginya. Dan
kedholiman besar bagi yang memaksanya. Maka dari itu diajarkan bahwa kita harus
menghormati dan menghargai potensi atau kesukaan orang lain. Inilah ajaran
sejati kehidupan bagi siapa saja. Tanpa ajaran ini maka perbedaan menjadi ajang
kekacauan.
Karena hidup dibawah suatu
hegemoni atau otoritas tertentu seseorang menjadi bukan acapkali menjadi bukan
dirinya sendiri, dia harus menjadi sama dengan apa maunya sang otoritas. Inilah
perbudakan, inilah keterkungkungan, inilah ketertindasan, inilah keterpaksaan,
inilah ketersiksaan, dan inilah kematian. Serta inilah sejarah dosa besar.
Oleh karena itu, orang
yang menyadari perbadaannya dan hidup dengannya, sekaligus menghargai yang
lainnya, dialah yang betul-betul merdeka. Menjadi manusia yang betul-betul manusia
sebagai makhluq Tuhan yang lebih dari makhluq lainnya. Dan otoritas Tuhan di
atas segalanya. Antara sesama manusia hanya ada otoritas keadilan, saling
menghargai dan menghormati dalam perbedaan.
20 Novenber 2009 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar