Jumat, Desember 25, 2009

Filosofi Keterkenalan dan Maraknya Adegan Mesum


Kita bisa juga menyebut keterkenalan dengan kemashuran, ketenaran, dan popularitas. Kata terkenal bisa dinisbatkan kepada ”siapa” dan ”apa”. Terkenalnya siapa, tentu arahnya kepada manusia. Misalnya, Al-Ghozali terkenal sebagai filosof sekaligus sufi, D. Zawawi Imron mashur sebagai budayawan atau sastrawan, Ulil Abshor Abdallah terkenal sebagai cendikiawan Muslim, Pak Sukkur terkenal sebagai pelawak, dan Miyabi pupuler di dunia sebagai aktris hot.

Manusia terkenal tersebut tergantung dari keunikan, potensi lebih, atau kualitas unggul yang dimilikinya. Kualitas unggul ini yang membuat terkenal atau muncul lebih dari pada yang lain.

Potensi lebih atau kualitas unggul itulah yang dimaksud dengan ”apanya yang terkenal”. Seperti, Rendra terkenal dengan syair-syairnya, Suharto terkenal dengan Kabinet Pembangunan dan gerakan militernya, SBY terkenal dengan ketegasan dan disiplinnya, Quraisy Shihab mashur dengan tafsir Al-Misbahnya. Einstein terkenal dengan teori relativitasnya, Darwin populer dengan teori evolusinya, Karl Marx populer dengan ideologi marxisnya, Noordin M. Top terkenal dengan aksi terorisnya, dan Julia Peres terkenal dengan tubuh seksi dan akting hotnya.

Selain itu ”apa yang terkenal” bisa juga dinisbatkan kepada tempat, organisasi, pandangan, sistem, atau benda-benda. Seperti, Madura terkenal dengan kota santrinya, kemashuran gerakan JIL, kemashuran sistem pendidikan Muallimin di pesantren Al-Amien Prenduan, keterkenalan merek HP Blackberry, dan sebagainya.

Yang jelas, keterkenalan itu disebabkan oleh nilai lebih atau kualitas unggul dari pada entitas  lainnya, sehingga lebih tampak di atas lainnya. Bahkan, dibutuhkan atau dicari oleh yang lain meski sulit dijangkau. Oleh karena itu, keterkenalan kerap kali tidak memandang ruang. Di manapun akan dijangkau.

Saya pernah mengecatkan sepeda motor yang catnya terkelupas cukup parah kepada seorang ahli ngecat yang sangat terkenal. Padahal tempatnya jauh dari keramaian, amat pelosok. Tapi dia punya job yang sangat banyak sehingga harus antri.  Begitu juga saya pernah menjaitkan baju ke seorang tailor yang padahal tempatnya pedalaman, tapi jasanya amat laris. Dari mana-mana orang yang ingin menjaitkan pakaian pergi kepadanya. Tentu semuanya karena kualitas hasilnya yang lebih baik dari pada kualitas lainnya.

Memang, orang akan mencari kualitas yang lebih baik dalam persoalan apa saja, sehingga orang yang dapat menghasilkan sesuatu yang berkualitas lebih baik itu akan dicari orang dan terkenal. Orang akan rela lebih capek atau lebih mahal asal kualitas hasilnya lebih baik dan dapat diandalkan dari pada yang lainnya. Maka dari itu, sebenarnya gampang untuk menjadi terkenal. Tinggal mencipta sesuatu yang unik, nilai lebih, atau kualitas unggul pada entitas diri. Tapi, meski mudah tak sembarang orang bisa terkenal.

Namun, keterkenalan ada dua warna: ada yang terkenal negatifnya. Seperti, Noordin M Top terkenal dengan aksi terornya. Dunia dibuat gelisah olehnya. Dan, aktris Miyabi populer dengan akting hotnya. Membuat moral dunia makin tak karuan.

Ada juga kemashuran yang positif. Seperti, D. Zawawi Imron dengan syair-syairnya dan kiai Aa Gym dengan Manajemen Qalbunya. Hal inilah yang perlu lebih diperhatikan; bagaimana bisa terkenal dan dengan apa terkenalnya.

Sebab, akhir-akhir ini nyaris terjadi kekaburan atau keterbalikan nilai di segala bidang; yang baik menjadi hal yang memalukan dan yang buruk justru menjadi hal yang dibanggakan. Banyak orang yang bangga akan kemashurannya dengan hal-hal yang sebetulnya menurunkan derajatnya sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulya, membuatnya terhina.

Contohnya, di dunia selebriti atau muda-mudi kita. Pakaian yang justru menutupi aurot mereka yang sebetulnya menjaga harga diri mereka sebagai perempuan yang suci malah dianggap tidak gaul, kampungan, atau ketinggalan, dan menggerahkan. Mereka membanggakan diri memakai busana yang bukak-bukaan secara vulgar, yang sejatinya menjadikan harga diri mereka menjadi murah bahkan gratis. Kemolekan tubuhnya dipertontonkan dan diumbar di depan publik. Siapa saja boleh melihat kemolekan tubuhnya, bahkan merasainya.

Hal ini bukan hanya menjangkiti aspek busana tapi sudah merasuki karakter, pandangan hidup, dan perilaku mereka. Seperti, bergaul bebas dan berhubungan maksiat di depan publik, gonta-ganti pasangan, mudah selingkuh, serta cerai suami istri menjadi hobi.

Anehnya, hal-hal negatif tersebut bagi yang lain terutama bagi generasi muda tidak hanya menjadi tontonan malah menjadi tuntunan dan tauladan dalam kehidupan mereka.

Fenomena ini bisa kita lihat tiap hari di media-media massa atau layar-layar kaca maupun di sekitar kita secara langsung. Nyaris mereka, baik yang berlatar belakang religius apalagi yang sekuler tampil dengan gaya busana, karakter, dan perilaku negatif memalukan tersebut. Mereka malah bangga dan menganggap semua itu yang dapat mengangkat harga diri mereka karena telah pupuler atau mashur di mana-mana.

Maraknya adegan mesum secara bebas di mana-mana, termasuk Mercusuar Bergoyang, bisa kita jadikan contoh dampak dari fenomena nilai yang semakin kabur dan semrawut tersebut; Tauladan Popularitas negatif menjadi rujukan kehidupan zaman ini yang amat dibanggakan.

(Pernah dimuat di koran Jawa Pos Group Radar Madura, Kamis 24 Desember 2009 M)



1 komentar: