Kita bisa juga menyebut keterkenalan dengan kemashuran, ketenaran, dan
popularitas. Kata terkenal bisa dinisbatkan kepada ”siapa” dan ”apa”.
Terkenalnya siapa, tentu arahnya kepada manusia. Misalnya, Al-Ghozali terkenal
sebagai filosof sekaligus sufi, D. Zawawi Imron mashur sebagai budayawan atau
sastrawan, Ulil Abshor Abdallah terkenal sebagai cendikiawan Muslim, Pak Sukkur
terkenal sebagai pelawak, dan Miyabi pupuler di dunia sebagai aktris hot.
Manusia terkenal tersebut tergantung dari keunikan, potensi lebih, atau kualitas
unggul yang dimilikinya. Kualitas unggul ini yang membuat terkenal atau muncul
lebih dari pada yang lain.
Potensi lebih atau kualitas unggul itulah yang dimaksud dengan ”apanya yang
terkenal”. Seperti, Rendra terkenal dengan syair-syairnya, Suharto terkenal
dengan Kabinet Pembangunan dan gerakan militernya, SBY terkenal dengan ketegasan
dan disiplinnya, Quraisy Shihab mashur dengan tafsir Al-Misbahnya. Einstein
terkenal dengan teori relativitasnya, Darwin populer dengan teori evolusinya, Karl
Marx populer dengan ideologi marxisnya, Noordin M. Top terkenal dengan aksi
terorisnya, dan Julia Peres terkenal dengan tubuh seksi dan akting hotnya.
Selain itu ”apa yang terkenal” bisa juga dinisbatkan kepada tempat, organisasi,
pandangan, sistem, atau benda-benda. Seperti, Madura terkenal dengan kota
santrinya, kemashuran gerakan JIL, kemashuran sistem pendidikan Muallimin di pesantren
Al-Amien Prenduan, keterkenalan merek HP Blackberry, dan sebagainya.
Yang jelas, keterkenalan itu disebabkan oleh nilai lebih atau kualitas unggul
dari pada entitas lainnya, sehingga lebih
tampak di atas lainnya. Bahkan, dibutuhkan atau dicari oleh yang lain meski
sulit dijangkau. Oleh karena itu, keterkenalan kerap kali tidak memandang
ruang. Di manapun akan dijangkau.
Saya pernah mengecatkan sepeda motor yang catnya terkelupas cukup parah kepada
seorang ahli ngecat yang sangat terkenal. Padahal tempatnya jauh dari keramaian,
amat pelosok. Tapi dia punya job yang
sangat banyak sehingga harus antri. Begitu
juga saya pernah menjaitkan baju ke seorang tailor yang padahal tempatnya pedalaman,
tapi jasanya amat laris. Dari mana-mana orang yang ingin menjaitkan pakaian pergi
kepadanya. Tentu semuanya karena kualitas hasilnya yang lebih baik dari pada kualitas
lainnya.
Memang, orang akan mencari kualitas yang lebih baik dalam persoalan apa
saja, sehingga orang yang dapat menghasilkan sesuatu yang berkualitas lebih baik
itu akan dicari orang dan terkenal. Orang akan rela lebih capek atau lebih
mahal asal kualitas hasilnya lebih baik dan dapat diandalkan dari pada yang lainnya.
Maka dari itu, sebenarnya gampang untuk menjadi terkenal. Tinggal mencipta sesuatu
yang unik, nilai lebih, atau kualitas unggul pada entitas diri. Tapi, meski
mudah tak sembarang orang bisa terkenal.
Namun, keterkenalan ada dua warna: ada yang terkenal negatifnya. Seperti, Noordin
M Top terkenal dengan aksi terornya. Dunia dibuat gelisah olehnya. Dan, aktris Miyabi
populer dengan akting hotnya. Membuat moral dunia makin tak karuan.
Ada juga kemashuran yang positif. Seperti, D. Zawawi Imron dengan
syair-syairnya dan kiai Aa Gym dengan Manajemen Qalbunya. Hal inilah yang perlu
lebih diperhatikan; bagaimana bisa terkenal dan dengan apa terkenalnya.
Sebab, akhir-akhir ini nyaris terjadi kekaburan atau keterbalikan nilai di
segala bidang; yang baik menjadi hal yang memalukan dan yang buruk justru
menjadi hal yang dibanggakan. Banyak orang yang bangga akan kemashurannya
dengan hal-hal yang sebetulnya menurunkan derajatnya sebagai ciptaan Tuhan yang
paling mulya, membuatnya terhina.
Contohnya, di dunia selebriti atau muda-mudi kita. Pakaian yang justru
menutupi aurot mereka yang sebetulnya menjaga harga diri mereka sebagai
perempuan yang suci malah dianggap tidak gaul, kampungan, atau ketinggalan, dan
menggerahkan. Mereka membanggakan diri memakai busana yang bukak-bukaan
secara vulgar, yang sejatinya menjadikan harga diri mereka menjadi murah bahkan
gratis. Kemolekan tubuhnya
dipertontonkan dan diumbar di depan publik. Siapa saja boleh melihat kemolekan
tubuhnya, bahkan merasainya.
Hal ini bukan hanya menjangkiti aspek busana tapi sudah merasuki karakter,
pandangan hidup, dan perilaku mereka. Seperti, bergaul bebas dan berhubungan maksiat
di depan publik, gonta-ganti pasangan, mudah selingkuh, serta cerai suami istri
menjadi hobi.
Anehnya, hal-hal negatif tersebut bagi yang lain terutama bagi generasi
muda tidak hanya menjadi tontonan malah menjadi tuntunan dan tauladan dalam
kehidupan mereka.
Fenomena ini bisa kita lihat tiap hari di media-media massa atau layar-layar
kaca maupun di sekitar kita secara langsung. Nyaris mereka, baik yang berlatar
belakang religius apalagi yang sekuler tampil dengan gaya busana, karakter, dan
perilaku negatif memalukan tersebut. Mereka malah bangga dan menganggap semua
itu yang dapat mengangkat harga diri mereka karena telah pupuler atau mashur di
mana-mana.
Maraknya adegan mesum secara bebas di mana-mana, termasuk Mercusuar
Bergoyang, bisa kita jadikan contoh dampak dari fenomena nilai yang semakin
kabur dan semrawut tersebut; Tauladan Popularitas negatif menjadi rujukan
kehidupan zaman ini yang amat dibanggakan.
(Pernah dimuat di koran Jawa Pos Group Radar Madura, Kamis 24 Desember 2009 M)
(Pernah dimuat di koran Jawa Pos Group Radar Madura, Kamis 24 Desember 2009 M)
Sippp
BalasHapushancur sudah dunia persilitan wkwkw...