Sabtu, April 12, 2014

Demokrasi Eksploitasi dan Pemimpin-Pemimpin Tikus Curut


"How much i pay?"

"Only 5 thousand sir".

"Only five?! Very chief, it's very deliciaus!"

"Yes, that i want, not only money, but more impotant than all for me is mister happy here."

"Ooh yea, very good. You are good men."

"Oh, i am not it sir! But i know nothing. In my life the important is i can make other happy. Just that. He.."

"Oke, thanks so much. Nice too meet you."

"I am too sir."

Ini pengalamanku ngobrol-ngobrol dengan seorang bule waktu mampir di kedai es degan durian saya. Saat itu, ada seorang Jawa yang minum es juga. Dia bertanya perihal percakapanku.

"Mas, tadi itu nanya apa?"

"Ow, nanya harga."

"Berapa pean bilang?"

"5 ribu saja mas."

"Cuma 5 ribu mas?!" "Kok ga’ dimahalkan aja, lha wong bule banyak uangnya, walaupun 20 ribu dia mau aja."

"Ngga’ mas, saya ga' bisaan. Bagi saya semua orang sama, kalau itu udah harganya ya semuanya gitu." tegasku.

Dalam kesempatan lain. Ada serombongan orang bermobil mercy mewah warna hitam plat B malam-malam tiba-tiba mampir di kedai saya nge-es juga. Jumlahnya 5 orang. semuanya bergaya perlente, bersepatu hitam mengkilat dan berjas. Tampaknya pejabat yang baru datang dari kunjungan, mungkin.

Selesai minum es degan alami tanpa rasa-rasa, dia bertanya harga, "Berapa mas?"

"5 ribuan pak. 5 ribu x 5 = 25 ribu pak."

Di saat itu juga ada tetanggaku yang mendengar, dia menyikapi saya, "Mas kok pean kasih cuma 5 ribu, itu orang-orang kaya. Pean target 10 ribuan mereka mau.

Saya jawab sama seperti pengalaman pada orang bule sebelumnya. Kaya miskin sama bagi saya. Bahkan kalau tampak orang kurang mampu saya kasih di bawahnya.

Kemarin hari, di kedai es degan saya yang cabang, saya juga mengalami hal yang sama. Ada orang Cina bermobil mewah beli es degan. Karena kedai ini lebih berada di kota, maka saya kasih harga 7 ribuan. Semuanya juga sama 7 ribuan. Kebetulan saat itu ada orang yang kenal dengan saya pas minum es juga. Dia menyikapi begini, "Bro, kok cuma 7 ribu? Itu orang kaya.” Jawaban saya seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Saya juga sering mengalami begini: sering ada orang sakit, atau terapi, atau over dosis minuman keras, mereka gupuh beli air degan sebagai obat atau jamu. Sering orang-orang yang melihat mereka menegor saya, kok dikasih murah.

Semua mereka itu menegor saya demikian bermaksud ingin menunjukkan kepada saya, bahwa itu menjadi peluang untuk menjual mahal karena mereka sedang kepepet sehingga mahalpun dibayar. Jawaban saya tetap, siapapun dan bagaimanapun kalau sudah saya pastikan harganya segitu ya segitu. Bahkan umpama saya gak tega dengan sakitnya, saya kasih gratis biar cepat sembuh.

Pengalaman-pengalaman ini menjadi pelajaran bagi saya, ini kuliah alam materi sosial, bahwa semua yang ikut dalam pengalaman saya itu menyikapinya sebagai peluang atau jurus 'mumpung' demi kepentingan atau kebahagian sendiri. Bahkan terjadi di atas keterjepitan yang lain. Ini namanya eksploitasi. Memperalat orang lain. Menjadikan orang lain sebagai media untuk mewujudkan kepentingan pribadi.

Saya menjadi ingat dengan sejarah bangsa ini. Prilaku eksploitasi ini adalah kebiasaan para penjajah dulu di negri kita ini. Saat itu bangsa ini tidak berharkat dan bermartabat layaknya benda mati yang dibuat alat dalam bentuk kerja rodi atau kerja paksa. Saat itu bangsa kita sedang lemah, sehingga menjadi peluang atau lahan gembur bagi negara lain yang lebih maju sekaligus berkarakter bringas untuk mengesploitasi negara ini, baik dari SDA maupun SDMnya.

Namun, tidak selamanya dan tidak semuanya SDM-SDM di negri ini lemah dan bodoh. Dari mereka ada yang cerdas, ada yang berani, ada yang sadar, lalu mereka berontak dan mengangkis bangsa ini dari ekspoitasi kejam itu menuju kepada kemerdekaan. Mereka itu adalah pahlawan. Akhirnya negri ini bisa merdeka. Bangsa Indonesia.

Sekarang, kita tinggal enaknya. Perjuangan bukan berarti perang atau pemberontakan. Tapi, perjuangan itu adalah mengisi, menghiasi, dan melestarikan kemerdekaan ini dengan karya kesejahteraan dan kebaikan bersama.

Ini yang harus selalu kita ingat, bahwa perjuangan dahulu adalah memerangi para penjajah dan kejahatan yang mengeksploitasi. Juga, bukan lantas hidup sudah merdeka dari penjajah-penjajah malah menjadi tiran-tiran, penjajah, atau bajingan-bajingan baru di negri sendiri. Menjajah sesama di negri sendiri dan tukang mengekploitasi saudara sendiri yang tidak tahu apa-apa.

Cerita saya ini menjadi contoh, alangkah banyaknya manusia-manusia yang bermental penjajah, tiran-tiran eksploitatif, dan berbahagia di atas kesedihan yang lain. Contoh besarnya, banyak para pemimpin-pemimpin cap bajingan di negri ini. Mereka tiran-tiran kejam berdarah dingin, korup, main wanita, dan hobi melahap hak-hak rakyat.

Di negri ini, tahun ini, 2013-2014, adalah momen-momen pemilu dari level pilkades, pilkada, pileg, sampai pilpres, ini adalah perjuangan dalam mengisi kemerdekaan. Bentuknya, sebelum memilih, kita memerhatikan, mengamati, mengenali, menimbang-nimbang, dan kalau bisa harus mengetes secara jeli, siapakah yang betul-betul pantas menjadi para pemimpin di tanah sorga ini. Jangan sampai terulang lagi pemimpin yang dikira pantas ternyata jadinya banyak yang berkarakter tikus curut, yang kehadirannya meninggalkan bau busuk di negri ini. Mereka penjajah. Mereka sosok eksploitatif.

Akhirnya, mungkin catatan ini terasa terlalu membesar-besarkan, atau lebay. Tapi, bagaimanapun, ini adalah miniatur sosial isi negri ini, saya dengan pengalaman saya adalah bagian dari bangsa ini, bahwa diantara orang-orang di sekitar saya itu pada khususnya, banyak yang berkarakter 'mumpung ada peluang', raja tega, bahagia di atas derita, atau tukang ekspoitasi. Saya dan mereka rakyat Indonesia. Saya, kita, para pemimpin, semuanya adalah bangsa Indonesia.

Paling terakhir, saya berdoa semoga orang-orang, setidaknya, khusus yang saya temui di kedai es degan saya itu, yang suka menjadikan orang lain peluang pribadi itu, tidak nyaleg atau daftar nyalon jadi pemimpin di level apapun. Karena kalau jadi sudah jelas nantinya negri ini lebih banyak dikerubungi tikus-tikus curut lagi.

Simpang Wilis-Malang, 09 14 2014 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar