Seorang ibu ini adalah sepertinya seorang guru atau seorang
pegawai, tapi juga rupanya seorang pengusaha. Karena ketika ngobrol dia sering
menyebut teman-teman di kantor. Meski usianya sudah lumayan berumur, tapi
anaknya masih kecil-kecil. Dua, laki dan perempuan. Mungkin dulu nikahnya agak
tertunda.
Ibu ini mengenali saya melalui medsos online. Dia mengalami
penyakit yang dipikirnya aneh, satu kakinya bengkak. Kaki yang kanan.
Penyebabnya tak jelas. Tiba-tiba bengkak dan sakit. Dianogsa medis normal.
Hingga ke dokter spesialis juga normal. Darahnya dan kadar gulanya semuanya
dinyatakan juga normal. Jadinya bingung, normal tapi bengkak dan sakit.
Pergi ke tukang pengobatan alternatif juga tidak
sembuh-sembuh. Pernah sembuh tapi sebentar, lalu kambuh lagi lebih lama. Juga
pernah ke ahli ruqyah teman sekantornya, bahkan pernah diruqyah bersama-sama
rekan kantornya juga tidak sembuh. Sembuhnya sewaktu baru selesai diruqyah.
Sesaat kemudian kambuh lagi.
Konon, ada seorang rekan kantornya yang menemukan tulisan di
sebuah blog tentang pengobatan alternatif dg terapi daun bidara. Blog itu
lengkap dg nomor ponsel penulisnya. Itulah blog saya. Sehingga setelah nomor
ponsel (087850050084 / 081216666284) itu dihubungi maka arahnya ke saya.
Singkat cerita, ibu itu datang ke rumah saya menerapi sakit
kakinya itu. Saya terapi dg ruqyah ayat2 Al-Qur’an dan herbal madu ruqyah dan daun
bidara itu. Alhamdulillah, dg kebesaran Allah, baru beberapa menit diruqyah dia
muntah-muntah banyak sekali. Setelah banyak muntah kakinya makin terasa ringan
dan makin bebas digerakkan.
Seminggu sebelumnya sudah dilakukan terapi daun bidara yang
dibuat mandi dan minum madu ruqyah yang saya berikan, dia lakukan
di rumahnya, ternyata hasilnya kakinya makin terasa enak, tapi sakitnya tetap
terkadang datang. Sehingga dilanjutkan ruqyah itu dan muntah-muntah.
Al-hamdulillah sembuh.
Di sini ada hal yang menarik kita bahas, tentang penyakit ibu
itu yang diruqyah jama’ah rekan sekantornya tapi kok tidak sembuh terus.
Bukankah ini juga ruqyah yang ayat-ayat Al-Qur’an dibaca? Kenapa kok
tidak sembuh bahkan sampai berjama’ah, bukankah bahkan lebih ampuh dg
berjama’ah?!
Jawabannya, bukan berarti ayat-ayat Al-Qur’an tidak ampuh,
atau yang meruqyahnya yang bacaannya tidak diterima. Bukan itu. Bagaimanapun
ayat-ayat suci Al-Qur’an tetap mulya dan ampuh. Hanya saja cara memperilakukan
atau memakainya yang berbeda, atau cara ruqyahnya yang perlu diperhatikan.
Tidak jarang para peruqyah mengobati pasien bacaan Al-Qur’annya
kurang dihayati, atau bisa jadi tidak konsentrasi atau fokus, di dalam hatinya
isinya pikiran macam-macam, atau ada tujuan materilistik, atau pasiennya tidak
yakin sembuh. Ini yang membuat ayat Al-Qur’an seakan tak berpengaruh sama
sekali.
Di samping itu, bisa jadi juga, peruqyah atau pasiennya
kurang sabar. Di ruqyah satu kali sudah dianggap sembuh. Setelah itu tak butuh
lagi. Peruqyah pergi tak urus lagi, pasien juga tak butuh lagi. Selesai.
Ini ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, peruqyah yang
kurang meyakinkan dan niatnya kurang bulat untuk betul-betul membantu pasien
hingga sembuh dg penuh keikhlasan. Sehingga posisi pasien sekedar sebagai objek
pengobatan. Apalagi peruqyah tujuannya sekedar imbalan. Kalau demikian, awal
kali melihat kondisi ekonomi atau penampilan pasien yang kurang meyakinkan saja,
itu saja sudah tak begitu bergaerah, apalagi mau balik lagi mengobati.
Kedua, pasien yang
sudah tak mampu lagi membayar peruqyah, karena peruqyahnya sudah diberi imbalan
saat ruqyah awal kali. Pasien berpikir, ruqyah pertama mengeluarkan biaya lalu
kambuh lagi, maka berpikir untuk memanggil peruqyah kedua kalinya yang mestinya
bayar lagi. Menjadi kawatir: ruqyah, bayar, kambuh, ruqyah lagi, bayar lagi,
kambuh lagi, ruqyah lagi, bayar lagi. Menjadi berpikir, tidak mungkin
terus-terus begitu. Peruqyahnya tambah sehat, pasiennya makin melarat. Hal-hal
inilah yang saya pikir menyebabkan pasien ruqyah sembuh sementara lalu kambuh
lagi dan tak sembuh-sembuh. Syukur-syukur ruqyah sekali langsung sembuh.
Dari semua itu, tidak mudah menjadi seorang peruqyah dalam
terapi pengobatan atau kesehatan. Bukan sekedar butuh memahami metode-metode
ruqyah dan pandai membaca Al-Qur’an. Tapi lebih penting dari semua itu adalah:
penghayatan bacaan-bacaan Al-Qur’an dan keikhlasan. Keikhlasan berarti setiap
pasien dg segala kondisinya harus dibuat nyambung dg dirinya.
Betul-betul dibantu atau dibelani hingga sembuh tanpa mengharap imbalan apa-apa
melainkan ridlo Allah semata. Dianggap seakan saudara sendiri yng harus dibantu
dan dibelani. Bukan sekedar objek pesakit. Soal imbalan tawakkalkan pada Allah.
Bahkan, kalau bisa, kesembuhan pasien sehingga pasien bisa beraktifitas lagi
dan melakukan ibadah lagi dg normal, ini adalah bentuk imbalan yang tiada tara.
Pandangan seperti demikian bukan berarti memaksa sang pasien
pasti harus sembuh, memaksa Allah, namun ini semacam ghirah jiwa yang
sangat yakin bahwa Allah Maha welas asih dan Maha Penyembuh yang memerintahkan
hamba-hamba-Nya agar berusaha sekuat tenaga dalam memohon kepada-Nya. Memohon
ampun, rizki, kesembuhan, kesehatan, keselamatan, dan lainnya.
Juga bukan, memurahkan
atau membuat para peruqyah yang membaca Al-Qur’an tidak ada
nilainya. Bukan begitu. Tapi justru mendongkrak martabat dan menguatkan
keyakinan para peruqyah dan lainnya bahwa Allah Maha Tahu, Maha Memahami, dan
Maha Kaya Pemberi rizki. Allah tidak tinggal diam dg hamba-Nya yang berjuang di
jalan-Nya. Peruqyah ikhlas adalah di jalan-Nya. Peruqyah tidak serendah para
buruh yang sekedar mengharapkan bayaran materi.
Jatikerto Kromengan Malang, 18-02-2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar